Jumat, 11 Juli 2014

± 15 Menit

± 15 Menit
Delika mencoba berusaha menenangkan fikirannya yang tak karuan, dia baru saja dilanda sebuah bencana yang baginya terjadi begitu cepat bagikan mata baru saja mengejapkan kelpak matanya. Namun berulangkali ia menghela nafas panjang untuk tetap kuat, tapi rasanya sia-sia uang yang ia tabung selama 1 tahun untuk membeli Hp merk APPLE yang ia cita-citakan sejak SMA. Sia–sia karena..................................................
Flash Back...
“Widih!, akhirnya loe bisa beli HandPhone ini juga yah Lika?, nggak sia-sia loe nabung selama 1 tahun sisikan uang jajan loe, akhirnya loe bisa juga beli nih Hp dengan uang loe sendiri. Gue salut sama loe.!”
“Ia dong Sayla siapa dulu dong, Gue Gitu! Kata mbaknya tadi loe dengarkan nih tuh Hp LIMITED EDITION! Secara APPLE, produk yang khusus orang yang kelas atas. Liat nih canggih kan?”ujar Delika dengan nada yang sangat sombong sambil memencet dan  mengeser-gerser layar Hpnya.
Saat dua sahabat ini sedang asik-asiknya bercengkrama merundingkan Hp yang Delika beli dari Mall tadi, sebuah bencanapun muncul bagaikan Jelangkung yang datang tak diundang.
“Gue pinjam dulu yah?” seru cowok yang tiba-tiba nongol dengan suara nafas yang terengah-engah. Sesaat saat Delika merasa terusik dan ingin marah karena Hpnya di ambil secara kilat oleh si cowok itu, Delika langsung terpesona dengan wajah sang cowok ketika ia memalingkan wajahnya kesamping untuk melihat si cowok, Sayla yang setengah oon itu juga ikutan ikut terpesona. Delika tak menyadari dan membiarkan begitu saja Hpnya di pinjam dengan cowok itu.
“Wahhh....ganteng banget....... gue pengen deh jadi tuan putrinya..”bisik Sayla kepada Delika yang seakan tak ingin mengedipkan matanya memandangi wajah sang cowok itu.
Pemandangan yang indah nan elok itu tiba-tiba hilang begitu saja, pemandangan itu berubah menjadi bencana sesaat ketika..........
“Weehhhh jangan kabur loeh, jangan kabur weh.....?”teriak seorang cowok yang ada di seberang jalan sana sambil menunjuk ke arah cowok yang berdiri di samping Delika yang meminjam Hp Delika tadi.
Wajah Delika dan Sayla masih terlihat senang, senyam-senyum  sendirian, tapi ketika cowok yang bertampang keras dan angkuh berada di seberang jalan itu mendekat dengan segerombolan teman-temannya yang membawa balok-balok kayu dan celurit. Wajah Delika dan Sayla langsung berubah menjadi panik mereka langsung lari. Namun Delika langsung mengehentikan langkahnya ketika hendak lari karena ia lupa kalau Hpnya masih berada di tangan si cowok tadi.
Ketika ia ingin menghampiri cowok itu dan meminta Hpnya di kembalikan. Cowok itu malah melempar Hp Delika ke arah cowok yang bertampang angkuh itu ke wajahnya. Menyadari hal itu cowok yang bertampang angkuh itu langsung menangkisnya dan nasib Hp Delika malah melayang ke aspal dan jatuh, singkat! angkot yang berwarna merah yang sedang melintas di jalan raya langsung melintasi Hp Delika.
Yahhh nasib,rezeki, dan keberuntungan tidak berpihak kepada Delika. Melihat kejadian tersebut Delika langsung ke jalan raya tanpa menengok kiri kanan mobil ataupun motor yang melintas di jalan tersebut.
Sedangkan cowok tadi yang meminjam Hp Delika malah lari entah kemana karena di kejar dengan segerombolan cowok yang bertampang angkuh tadi.
“Sial gara-gara cowok tadi itu Hp gue yang mahal hancur gitu aja!”tutur Delika kesal sambil mengacak-acak rambut panjangnya yang halus.
“Sabar...sabar boss nanti kalau ada rezeki lagi nanti kita beli lagi hp yang sama kayak hp kamu itu.”Sayla menenangkan Delika yang mencoba untuk frustasi memikirkan Hpnya yang hancur gitu aja dalam sekejap.
Delika memutuskan untuk balik ke rumahnya, ia sadar walau ia mati sekalipun di tempat ini,hari ini, jam ini, menit ini dan detik ini Hpnya tidak bakalan balik lagi. langkah kakinya seakan tidak rela berpijak di atas tanah. Ya iyalah siapa sih yang rela Hp yang sangat di impikan di beli dengan uang sendiri dan belum dinikmati dalam satu hari hancur gitu aja.
Menangis dan menangis Delika hanya bisa menangis walau Sayla sahabatnya berusaha untuk menenangkannya.
“Delika buka sayang....kamu nggak mau pergi ke sekolah? Kakak kamu udah siap tuh di depan, Delika buka dong?” teriak mama Delika di luar pintu kamar Delika.
“Bosan ma. Delika nggak mau pergi ke sekolah Delika mau cuti aja?”
“Cuti?? Kaya’pegawai kantoran aja... buka dong sayang nanti kamu di tinggalin lagi sama kakak kamu.?”
“Lika kan udah bilang, Lika Cuti. TITIK! Lika nggak bakalan pergi ke sekolah?”
Mama Delika hanya bisa menghembuskan nafas pasrahnya menghadapi anaknya yang bungsu yang sangat keras kepala. Ia berjalan ke bawah lantai bawah memberi tahukan anaknya yang sulung kakak Delika bahwa Delika tak akan pergi ke sekolah.
Mata yang lebam, muka yang berminyak, baju yang bau apeK,  kepala yang berketombe dan rambut berantakan karena nggak keramas serta disisir, juga bau badan yang begitu menyengat hidung bila mencium aroma tubuh Delika yang tak mandi selama 1 Minggu. Rasanya nyamuk ataupun serangga yang kecil tak mampu hinggap dan betah mencium aroma tubuh Delika, atau mungkin akan mati seketika.
“Semuanya karena cowok itu, kalau bukan karena dia mungkin gue nggak mungkin sebau ini”tanya Delika menatap dirinya di cermin sambil mencium keteknya yang busuk....... J
Suara ketukan pintu terdengar begitu nyaring, Delika mempersilahkan masuk Sayla ke kamarnya.
“Idih kenapa loe pake masker segala masuk ke sini? Sakit loe??”tanya Delika yang sungguh heran melihat Sayla
“Tadi saat gue mau menuju kamar loe, mama loe bilang kalau gue mau masuk ke kamar loe gue harus pake masker karena bau badan loe sangat bau.?”
“Truss loe percaya?”
“Awalnya gue nggak percaya omongan nyokap loe, tapi baru di depan pintu loe aja, bau loe itu sudah menyengat hidung gue, yah gue langsung pake masker lah?”
“Hmmmmm Ya elah.... emang bau badan gue segitu menyengat banget yah,???”tutur Delika sambil berjalan menghampiri Sayla yang tak bergerak sama sekali berdiri di depan pintu kamarnya.
Delika mengunci pintu kamarnya, Sayla heran yang di lakukan Delika. Delika berjalan begitu perlahan memasangkan wajah liciknya.
“Waaaaaaaaaaaa......................................Delikaaaaaaa.a.a.aaaaaaaaaa.a.................aaaaaaa..........tante tolongin Sayla atau siapapun yang ada di luar tolongin Saylaa.........aa....................??????”
Delika menyekap Sayla dan mendekatkan ketiaknya kehidung Sayla dan membuka masker Sayla, sontak             Sayla yang tak bersalah itu hanya bisa berteriak tak mampu melawan sahabatnya yang kejam.
Di sekolah.
“Gue nggak habis fikir ternyata reaksi muka loe sungguh jelek yah kalau loe lagi panik?”ujar Delika dengan wajah ynag sangat licik di tambah iringan ketawa bak nenek lampir yang khas.
“Kalau loe itu bukan sahabat gue, mungkin gue akan ngejauhin loe, nggak nyangka juga gue. Kalau loe frustasi loe nggak akan mandi-mandi selama 1 minggu, gue juga nggak nyangka bau badan loe itu kalau nggak mandi selama 1 minggu bagaikan badai. Tau nggak sih? yang melanda hidung gue yang mancung ini?”balas Sayla sambil menunjuk hidungnya yang mancung
“Biasa aja dong mbak?”jawab Delika sambil mengacak rambut Sayla dan berlari menuju ke kelasnya. Sayla yang menjadi korban itu hanya bisa pasrah melihat tingkah laku sahabatnya itu yang sungguh ke kanak-kanakan.
Mata Delika sakan terpanah melihat sesosok cowok yang tak asing bagi kedua bola matanya, ia membelokkan langkahnya ia berlari menuju cowok tersebut.
“Sini loe, loe tahu nggak itu Hp mahal? Gue ngedapatin Hp itu dari menabung selama 1 tahun, loe bayangin deh kalau loe jadi gue apa yang loe lakukan?”Gertak Delika sambil memegang erat leher baju cowok itu.
“Truus loe akan nonjok gue sekarang, nih silahkan?”jawab cowok itu dengan ekspresi yang tak merasa bersalah dengan ketawa kecil yang diiringi dengan permainan alis yang membuat Delika menjadi geram dan memanas.
Acara berantem pun di mulai, Suara-suara teriakan teman-teman sekolahnya membuat guru-guru yang lewat tertarik untuk menonton dan memisahkan keduanya ketika Delika udah nggak sanggup mukulin sampai bonyok cowok itu, dan hasilnya Delika yang menjadi pemenangnya tanpa ada luka sedikitpun, karena cowok itu tak membalas pukulan-pukulan dari Delika. Ia hanya berkata “Ku tak akan menyakiti seorang perempuan sedikitpun”. Itu membuat Delika menjadi pemenangnya.
Beberapa jam kemudian...
Delika keluar ke ruangan BK, ia baru saja menghabiskan setengah hari penuh di ruangan yang nyessak itu bagi para siswa. Tapi bagi Delika ia cukup menikmati ruangan tersebut. Walau ia di adili dan diberikan arahan oleh guru BK tetap saja ia masih bisa menampakkan wajah yang santai. Di luar telah nampak sesosok seorang gadis remaja yang sudah lama menunggunya ketika bel pulang sekolah di bunyikan, dia adalah Sayla sahabat sejatinya.
“Yesssssssss....... akhirnya gue libur lagi, jadi senang gue!”ujar Delika senang
“Walah, kenapa malah senang di skorsing? Apa untungnya coba???”Sayla menjadi bingung
“Yaaaahhhh... senang aja! Loe bayangin deh, kalau kita libur kita nggak akan dapat PR dari guru-guru yang sok butuh itu.!”
“Tapi sisi buruknya kan banyak Lika??? Nggak dapat nilai tugas, nggak ulangan, nggak nyatat pembahasan,dan akan banyak alpanya. Bisa-bisa kita nggak akan tuntas!”
“Bodoh amat, peduli amat Guenya. Yang penting tuh gue bisa HAPPPY Sayla!!!”
“Kalau gue ikuti tingkah loe itu, bisa-bisa beasiswa gue di cabut! Alahhhh.............! kenapa aku yang pusing yah?”
“Hehehehehe, makanya yang sabar jadi teman gue.”
3 hari telah berlalu begitu cepat membuat Delika risih terhadap waktu yang tak ingin bersahabat dengannya, karena ia masih ingin libur di rumah.
Hari yang cerah untuk pergi ke sekolah, namun tak secerah hati Delika yang masih keruh memikirkan Hpnya. Ingin rasanya Delika ingin pergi ke suatu tempat yang sangat jauh untuk berteriak sekencang-kencangnya agar perasaan yang ia rasakan dapat lega, baginya walau berulang kali ia mencurahkan isi hatinya kepada sahabatnya Sayla, tapi sakit hati tetap sakit hati. Kejadian yang sungguh singkat itu tak akan Delika lupakan sampai maut menjemputnya.
Delika berjalan menuju ke ruang kelasnya dengan langkah yang sangat perlahan, mungkin bila ada orang yang melihat fikirannya mungkin akan mengatakan “Dianya lagi galau?”. Berbagai fikiran mengeruat dalam otaknya, sesekali ia memainkan alis dan bibirnya agar kelihatan membaik, tapi tetap saja ia masih sakit hati.
Ketika Delika duduk di kursinya ia menundukkan kepalanya, dan melepaskan ikat rambutnya sehingga menutupi wajah Delika yang imut. Hal itu ia lakukan lantaran Delika ingin menangis, ia ingin meluapkan rasa kekecewaannya yang masih belum terbayar itu. Dalam hatinya ia ingin sekali menuntut cowok itu agar mengganti Hp Delika yang baru, tapi itu bukan termasuk sifat Delika.
Bel berdering, jam pertama akan segera di mulai, dan seiring berjalan waktu ber jam-jam kemudian bel kembali berdering menandakan pelajaran telah usai para siswa di harapkan untuk balik ke rumah masing-masing.
Delika berjalan menuju ke ruang kelasnya mengambil buku-bukunya karena 4 mata pelajaran yang ia hadapi tadi pagi, guru-guru yang mengajari Delika menghukumnya, membersihkan lapangan basket dan toilet guru karena ia tidak melengkapi catatannya, mengerjakan tugasnya, dan mendapat angka merah saat Ulangan. Setelah membereskan buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tasnya, Delika keluar dari ruangan kelasnya.
“Ikut denganku.”ucap cowok itu yang sedari tadi menunggu kehadiran Delika.
“Mau kemana????, maaf yah mending kamu lepasin tangan aku dan biarkan aku pulang ke rumah. Aku lagi nggak mood ngehadapin loe.”keluh Delika
Tanpa merespon apapun Delika di suruh untuk pulang bareng dengan cowok itu, tapi dalam perjalan cowok itu malah balik arah, ia menuju ke sebuah mall.
Sesampai di sana mereka berdua masuk, cowok itu menggenggam tangan Delika agar Delika tak kabur, ia ingin membawa Delika untuk membeli Handphone baru. Karena tak bersemangat Delika hanya mampu pasrah di sorot berjalan kemana-mana.
“Mbak, coba liat Hp itu dong Mbak?”tutur cowok itu
“Tunggu sebentar yah dek?”jawab Mbak-mbak penjual Hp tersebut
“Delika Hpnya persiskan dengan Hp kamu?”
“Kalau ia emangnya kenapa??? Loe mau beli tuh Hp?”
“Okey aku beli. Mbak aku mau Hp ini. harganya berapa?”
“Harganya Rp 5.800.000,00”
“Ini!”jawab cowok itu dengan singkat sambil mengeluarkan kartu ATMnya di dompetnya.
Setelah mendaptkan Hp yang ia inginkan cowok itu mengajak Delika untuk makan di KFC. Delika yang hanya sedari tadi tak berselera mengiyakan saja kemauan cowok itu.
“Delika aku minta maaf yah atas kejadian waktu itu.”
“Dasar bodoh, seharusnya aku yang minta maaf gara-gara gue loe sempat bonyok waktu itu, gue minta maaf yah, gue merasa bersalah juga.”
“Nih buat kamu!”
“Sudahlah, gue nggak mikirin Hp itu lagi, gue nyadar kok itu bukan Rezeki gue. Sudahlah!”
“Het...jangan gitu dong, mumpung guenya ini baik, yah kamu ambil aja Hp ini, selama ini fikiran kamu kan kacau? Gara-gara memikirkan Hp ini” seru cowok itu dengan suara yang lembut sambil menyodorkan bingkisan dos Hp yang ia beli tadi.
Delika terdiam, ia mengambil ancang-ancang dengan bernafas panjang untuk membalas ucapan cowok itu.
“Gue....Gue... nggak bisa balas apa-apa dengan kebaikan loe ini, gue hanya bisa ngucapin makasih banyak buat loe.”
“Gitu dong, jadi aku nggak merasa bersalah lagi, kan kasihan kamunya hari pertama ke sekolah kok malah di hukum.”
Suasana yang tadinya lumayan nggak ramai kini menjadi terasa hidup dan ramai sepasang manusia itu telah akrab seperti kebanyakan manusia pada umumnya. Terlihat cowok itu sangat menikmati suasana hati yang telah ia ciptakan bersama dengan Delika, diiringi dengan tawaan dan candaan.
Jam weker Delika berbunyi tepat pada pukul 06:00 yang menandakan sudah saatnya Delika bangun untuk mempersiakan dirinya pergi kesekolah.
Mama Delika yang cukup terusik mendengar jam weker Delika yang tak berhenti berdering, membuat ia terpaksa pergi ke kamar Delika untuk mematikannya sekaligus untuk menyuruh Delika untuk bangun pergi ke sekolah.
Saat mama Delika ke kamar Delika, mama Delika heran karena pintu kamarnya tidak terkunci. Dan saat ia masuk Delika tidak ada di atas ranjangnya.
“Mama... tolong matiin jam weker Delika dong?”teriak Delika dalam WCnya
“Ia,,, tumben kamu ngalahin bangun jam weker kamu, biasanya walau jam weker kamu berbunyi berulangkali tetap saja kamu ngorok di tempat tidur kamu, dan walau di bangunin susah banget, ke sambet apa neng tadi malam?.”
“Ah... mama, mama nggak senang apa anaknya sudah berubah?”ucap Delika yang sudah keluar dari WC
“Yakin!!!! Sayang, mama nggak cukup yakin dengan perubahan ini, mama perlu bukti yang cukup kuat!”
“Okey, Lika akan buktikan pada mama, aku bisa kok jadi anak yang nggak malu-maluin lagi.”
“Baiklah sesudah kamu berpakaian kita sarapan bersama.”
Delika membuka lebar jendela kamarnya, berusaha menangkap mencium aroma sejuk di pagi hari, ia memandang keluar jendela melihat seorang cowok kemarin sedang membersihkan motornya.
Setelah sarapan Delika pamit kepada kedua orang tuanya, dan berangkat ke sekolah dengan cowok kemarin yang tak lain adalah kakak tirinya. Melihat kejadian itu mama Delika tampak bahagia melihat anak tirinya sudah benar-benar berubah, Ayah Delika pun turut bahagia melihat putri kesayangannya sudah bisa menerima kakak tirinya.
Dalam perjalanan menuju sekolah
“Kak Ali, makasih yah senang deh kakak motivasi aku kemarin, aku cukup tersentuh dengan kata-kata  motivasi ini “Hidup saya berubah jika saya berubah !” dan “Setiap saat hidup memberikan sebuah pelajaran agar kita mau belajar!! namun banyak dari kita tidak mengerti apa yang diinginkan hidup itu sendiri”. Krenn deh!”tutur Delika
“Aku nggak dengar, nggak salah kamu panggil aku KAKAK? hahaha,”jawab Ali sambil membelok-belokkan Motor ninjanya, membuat Delika sempat syok seketika dan memeluk  erat pinggangnya. Hal ini membuat Ali semakin senang.
Setelah sampai di sekolah, teman-teman Delika sangat heran melihat Delika berangkat bareng ke sekolah dengan Ali, terutama Sayla ia hampir ingin bego tak percaya atas apa yang dilihatnya.
“What! Delika cubit gue sekarang?” tanya Sayla
Melihat reaksi tersebut Delika langsung mencubit dengan keras pipi Sayla membuat Sayla langsung berteriak histeris.
“Kamu kalau punya teman yang bersuara lembut dong, igh’ kupingku jadi sakit ngedengar jeritannya.”tutur Ali
“Delika. masa’ kakak kamu ini ngejelekin gue, loe nggak kasihan dengan gue yang teraniaya ini, ummmmmmm”
“Sayla kamu apa-apaan sih Lebay tahu!”
“Delika, kita mampir di warung sana yah?”
            “Terserah kakak saja, sebagai adik yang baik nurut aja deh”
Ali hanya bisa mengusap kepala adik tirinya itu sambil tersenyum melihat banyak perubahan dari diri Delika.
Semenjak Ali memotivasi Delika, Delika sudah mengalami banyak perubahan yang cukup banyak, mulai dari prestasinya di sekolah, tutur katanya yang mulai lembut, sikapnya pun mulai sangat sopan, dan yang terakhir Delika tak berantem lagi dengan teman-temannya.
Peristiwa ± 15 menit yang lalu membuat awal dari segalanya, kalau bukan peristiwa itu mungkin Delika sampai saat ini tak akan pernah mengakui kakak tirinya Ali yang sangat terkenal di sekolahnya karena prestasinya dan wajahnya yang tampan.
Karya : Hardianty JJJ

Sebuah kantong plastik

cerpen kehidupan
sebuah kantong plastik
 Aku tak tahu harus berbuat apa, ketika ada seorang nenek tua rentang telah memberikanku sebuah kantong plastik. Sebagai ucapan terima kasih karena aku telah membantunya untuk menyeberangi jalan raya. Aku tak tahu harus mengucapkan kata-kata apa. Diriku pun keheranan atas pemberian sebuah kantong plasik dari nenek tua tersebut. Hanya ucapan “terima kasih” dengan ucapan yang lancar. Nenek tua itu berkata ini adalah sebuah kebaikan dari perbuatanmu. Saat aku memeriksa isi dari kantong plastik warna hitam dengan ukuran kecil  yang kosong namun berat untuk di pegang, nenek tua itu pun langsung menghilang seketika. Itu membuatku terbangun dari tidurku. Dan saat yang bersamaan ibu sudah ada di dalam kamarku.
Ib..ibbuu..ibu..ke..na...ppa.. “tanyaku dengan ucapan terbata-bata
Kamu ini ayo cepat bangun pergi sekolah. Ini sudah jam berapa? Kamu tidak bangun sholat subuh lagi “ ujar ibu
Ssu..ddah..jam..be..rapp..pa..bu! “ tuturku dengan ucapan terbata-bata yang masih berada di atas ranjang .
Mmmmmm liat  jam wekermu sudah jam 06.23 “ celoteh ibu sambil menunjukkan jam wekerku
Wa...ddduh.... “ ujarku singkat
Dengan cepatnya aku pun pergi ke WC untuk mandi, dan bersiap-siap untuk kesekolah agar tidak terlambat. Ibu yang melihat reaksiku hanya menggelelng-gelengkan kepalanya.
Sewaktu memakai seragam sekolah aku melihat sebuah kantong warna hitam yang mirip dengan kantong  plastik yang ada di dalam mimpiku. Aku mengambil kantong tersebut di samping bantalku, aku membuka isi kantong tersebut dan isinya kosong. Aku begitu kecewa atas isi kantong tersebut yang kosong, padahal tadi kelihatan ada isinya. Aku berharap mudah-mudahan itu sebuah keajaiban.
Ibu memperhatikanku sedari tadi ia  langsung memarahiku, menyuruhku untuk tidak melamun di pagi hari. Jelas ibu melihatku karena pintu kamarku tidak tertutup rapat. Karena aku lupa untuk menutup dan mengunci pintunya.
Dengan perasaan berat hati,aku pun bersiap-siap berangkat kesekolah
Sesampai di sekolah, seperti biasa di sekolah aku tak banyak kegiatan yang kulakukan. Tak ada yang spesial buatku di sekolah, aku hanya siswa biasa tak punya prestasi. Namaku Dianty alyana, aku adalah orang yang selalu asik dengan duniaku sendiri, tidak suka berbagi perasaan suka,dan duka. Aku dikenal sebagai anak yang jarang mengobrol di sekolah dengan teman, suka menyendiri, jarang tersenyum, dan suka melamun.
Beberapa menit kemudian pelajaran pertama akan dimulai
Setelah itu dilanjutkan pelajaran berikutnya, hingga pelajaran telah usai  tepat pukul 12.45 semua para siswa bersiap-siap untuk pulang.
Sewaktu perjalanan menuju ke rumah, mimipiku tadi pagi selalu terbayang dalam benakku, dari kejauhan teman kelasku Wulan berlari menghampiriku yang sudah ada di jalan raya. Ia berkata padaku agar tidak terlarut dalam emosi yang berkepanjangan, ia menyarankan agar aku tidak membenci papaku lagi. setelah mengatakan hal tersebut ia pun langsung pergi meninggalkanku sendiri menunggu mobil angkutan. Perkataannya membuatku menambah beban fikiranku.
Terlihat dari kejauhan sana ada seorang laki-laki berpakaian jas yang sangat rapi ia terus memperhatikan gerak-gerikku di seberang jalan raya  yang tak jauh dari tempat aku berdiri menunggu mobil angkutan . Aku mencoba berfikir positif di dalam hati dan berharap mudah-mudahan tidak terjadi apa-apa.
Sambil menunggu angkutan mobil, terbayang wajah papa yang tersenyum padaku, senyumannya membuat hatiku ingin memanggil namanya . Akan tetapi, tetap saja aku akan membencinya karena telah membuatku kehilangan semangat hidup, kehilangan senyumanku, dan membuat ibu membenciku. Laki-laki tua itu terus memandangiku, sehingga menggangggu suasana fikiranku, Ia kelihatannya ingin menghampiriku. Dan ternyata dugaanku benar, ia berjalan menuju ke arahku.
Perlahan namun pasti aku mulai mengenal laki-laki tua  itu dan ternyata laki-laki tua itu ternyata papaku. Aku mencoba berlari sekuat yang aku bisa namun papa berhasil menangkapku dan menggendongku masuk ke mobilnya agar aku tidak kabur. Aku pun duduk, dan berbicara sendiri dengan gagap tanpa di tanya duluan oleh papa aku menceritakan semua kekesalanku padanya, agar ia tahu betapa menderitanya aku selama ini.
“ Gara-gara papa, setiap pulang ke rumah aku akan di pekerjakan oleh ibu sebagai buruh cuci, dan dipaksa, disiksa untuk meminta-minta di jalan ,selalu diperlakukan sebagai anak pungut. Aku sangat sedih mengapa aku harus lahir di dunia ini, bila aku hanya di jadikan layaknya seorang budak, anak yang tak pernah diberikan sedikitpun kasih sayang dari orang tuanya. Papa dan ibu sama saja tak pernah peduli atas perasaanku”. Papa yang menyetir mobil tidak memperdulikan atas curahan hatiku, tak sepatah kata yang keluar dari mulut  papa.
Karena merasa tidak diperhatikan akupun terdiam sambil mengusap air mata yang terus membasahi pipiku.
Beberapa menit kemudian mobil papa terparkir di sebuah ruko di pinggir jalan. Lagi-lagi aku melihat sebuah kantong warna hitam yang mirip di dalam mimpiku, aku mencoba berfikir positif. Sementara itu papa menyuruhku untuk tetap di sini karena, ia ingin membeli obat di apotik yang tak jauh dari ruko tempat aku berdiri.
Terbesit di fikiranku untuk kabur. Aku mengiyakan fikiranku dan akhirnya aku berlari mencoba untuk kabur. Papa yang masih dari kejauhan masih berdiri di depan apotik mangantri. Ia tidak tahu kalau aku kabur.
Lari dan terus berlari hingga aku berhenti di sebuah rumah sakit, aku masuk kedalam karena merasa dadaku merasa kesakitan, dan kakiku seakan tak sanggup untuk berjalan. Dengan tertatih-tatih aku menuju ke ruangan dokter, tiba-tiba aku menabrak seorang dokter wanita, dan ternyata dokter tersebut adalah tanteku saudara ibuku. Aku lupa bahwa Tante Rika bekerja di Rumah sakit ini. Tak perlu basa-basi aku langsung masuk ke dalam ruangannya, aku menyuruh Tante Rika unutuk memeriksa kesehatanku.
Beberapa jam kemudian, sejumlah rangkaian tes sudah ku jalani, Tante Rika berpesan agar aku harus istirahat yang cukup, ia juga menyarankan agar besok aku datang kesini mengambil hasil pemeriksaanku.
Dengan suara yang lemah aku pamit kepada Tante Rika untuk pulang karena sudah sore. Tante Rika bertanya padaku bahwa mengapa aku datang sendiri, dan masih berpakaian seragam sekolah. Aku hanya terdiam mendengarnya. Tante Rika kemudian betanya kembali apakah aku harus diantar pulang. Aku menjawab “ ng....nggak....us...ah...Tante! Dian bisa kok? ”
Aku pun berjalan keluar, sambil berjalan aku memikirkan bagaimana caranya aku bisa pulang, aku tidak punya uang jajan lagi. Spontan sebuah ide mucul dalam benakku di saat aku melihat ada seorang penjual koran cilik laki-laki sedang menjual korannya di pinggir jalan r1  w2aya.
Aku menghampirinya dan menawarkan diri untuk membantunya, ia menyutujuinya, aku sangat senang, walaupun rasa lelah,letih,sedih, beradu satu dalam jiwaku. Aku tidak patah semangat. Aku dan penjual koran cilik itu menjual koran dengan menawarkannya ke pengguna jalan raya.
Tak terasa sore kian larut. Hasil penjualan koran kami ternyata tidak membuahkan hasil hanya 3 buah koran saja yang terjual, aku merasa sedih, terlebih lagi penjual koran cilik yang kutemani ia sempat meneteskan air mata karena uang yang kami dapatkan hanya Rp. 4.500,00. Padahal uang tersebut ingin ia pakai untuk membeli obat untuk ibunya yang sakit di rumah. Aku terharu melihatnya dan memberikan sebuah pelukan hangat agar ia bersemangat dan tidak berkecil hati.
Ku urung niatku untuk meminta uang padanya, mendengar ucapannya. Tetapi tak disangka ia seakan mengetahui maksud hati kecilku, ia memberikan hasil jualan koran kami. Awalnya aku memaksa untuk menolaknya namun karena ia terus juga memaksa akhirnya, aku menerima uang tersebut. Aku pun berpamitan kepadanya, dan terus mengucapkan terima kasih banyak untuknya.
“ cilacak... " Teriakan dari knek mobil angkutan , membuatku sejenak menoleh ke arah panggilan knek tersebut dan memutuskan untuk naik angkutan tersebut. Lambaian tanganku tak pernah berhenti ke penjual koran cilik tersebut sambil tersenyum-senyum kepadanya sebagai tanda terima kasihku padanya.
Sesampai di rumah aku langsung di sambut oleh teriakan ibu dengan nada marah. Aku menggerutu di dalam hati.
Sapu ijuk yang di genggam ibu patah akibat, ibu lagi-lagi memukulku, aku merintih kesakitan mengelus kedua kakiku yang memerah. Alasan ibu memukulku tak lain adalah aku pulang terlalu sore. Ibu tidak puas dengan hanya memukulku, ibu menyeretku ke dapur dan menyelupkan kedua kakiku ke minyak goreng yang panas. Air mataku seakan terus mengalir, ibu benar-benar tega menyiksaku layaknya binatang.
Setelah itu, ibu menangis di ruang tamu, aku tak tahu apa sebabnya, aku berjalan kesakitan menghampirinya dan meminta maaf di bawah kakinya atas perbuatanku tadi yang telah pulang terlambat. Perutku yang kesakitan akibat tidak makan seharian aku abaikan dengan terus memohon ampun pada ibu.
Waktu terus berlalu, sore, malam berganti dengan pagi.
Di pagi hari ini, ibu menyuruhku untuk berangkat ke sekolah, aku yang masih di ruang tamu terbaring lemah, dan menangis terisak-isak. Ibu memgahampiriku dan memegang tanganku dengan erat, lalu menyuruhku untuk pergi mandi, dan pergi ke sekolah.
Dengan terpaksa aku menuruti keinginan ibu, dengan berat hatiku untuk berangkat ke sekolah, karena kakiku masih kesakitan dan memar akibat di celupkan di minyak goreng yang begitu panas.
Di sekolah
Aku banyak terdiam, Wulan mengahampiriku menanyakan keadaanku, namun aku hanya tersenyum- senyum seakan tak terjadi apa-apa.
Terdiam dan terdiam itu yang kulakukan dengan terus meratapi penyiksaan batin yang dilakukan ibu. Aku terus melamun hingga pulang sekolah.
Aku menyebrang ke jalan raya sebelah untuk menunggu mobil angkutan. Ketika aku menyebrang ibu tiba-tiba meneriakiku dengan berkata “awas......!!”.
Sebuah truk besar langsung menabrakku, aku terjatuh tak berdaya sepintas aku melihat sebuah kantong hitam yang tiba-tiba muncul di atas kepalaku dan menutupi darah yang keluar dari mulutku, ibu dan papa yang melihat kejadian tersebut berteriak histeris. Semua orang yang ada di tempat itu panik melihatku tertabrak oleh truk.
Karya : Hardianty
kritik dan saran :)
fb: Hersa Dianty

My Life

My Life
Sebuah Kantong Plastik sekarang hadir di internet